Isak Tangis Keluarga Pecah Saat Berangkatkan Ratusan Petani di Medan Jalan Kaki Menuju Istana Negara

Isak tangis keharuan mewarnai pelepasan ratusan petani dari Kota Medan yang melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara Jakarta, Kamis (25/6/2020) di Jalan Jamin Ginting, Medan.
Ratusan petani itu hendak menjumpai Presiden Jokowi, dan menuntut penyelesaian konflik agraria antara para petani Simalingkar A dan Sei Mencirim, Deliserdang, dengan PTPN II.
Terlihat 200-an petani yang tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar Dan Mencirim Bersatu saling berpelukan satu dengan yang lain.
Petani yang tidak ikut berangkat memberikan kata-kata semangat kepada para petani yang berangkat menuju Jakarta.
"Semangat ya, semangat kalian semua," teriak seorang ibu kepada ratusan petani yang bergerak menuju Istana.
"Hidup petani," balasnya teriak.
Amatan Tribun, sekitar pukul 14.50 WIB, para petani yang terdiri dari para pria, ibu, hingga nenek renta terlihat berjalan dari arah Simalingkar menyusuri Jalan Jamin Ginting dengan berjalan kaki dan berkumpul tepat di bawah Fly Over Jamin Ginting.
Saat berjalan, para petani tersebut memakai spanduk yang dikalungkan di badannya yang bertuliskan "Negara harus lindungi Petani, "Kami Percaya Presiden Jokowi Masih Punya Hati Nurani Untuk Masyarakat", "Bubarkan PTPN II"
Dewan Pembina Serikat Petani Simalingkar Dan Mencirim Bersatu, Aris Wiyono, menyebutkan aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena areal lahan dan tempat tinggal mereka sejak 1951 telah digusur paksa oleh korporasi PTPN II.
Ia menyebutkan para petani yang digusur tersebut berasal dari Dusun Bekala Desa Simalingkar A dan Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deliserdang.
"Aksi kita hari ini adalah aksi jalan kaki ke Jakarta terkait penanganan kasus konflik agraria yang tak kunjung selesai di Sumatera Utara ini. Terutama dari kami dari Serikat Petani Simalingkar Bersatu dan Mencirim Bersatu," tuturnya saat diwawancarai Tribun.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa luas area yang berkonflik yang tergabung dalam SPSB dengan PTPN II seluas kurang lehih 854 Ha dan area petani yang tergabung STMB seluas kurang lebih 80 Ha.
Aris menyebutkan bahwa penggusuran yang terjadi kepada ribuan warga di kedua desa tersebut yang dilakukan oleh pengusaha bersama preman dan oknum.
"Terkait sertifikat hak milik, artinya ini ada ketidakadilan dan pemerintah daerah diam. Kemudian para pengusaha sudah berkonspirasi jahat dengan beberapa oknum tentunya di lingkungan aparat dan preman sehingga ini jadi kekuatan layrn untuk melawan masyarakat petani," tuturnya.
Ia menegaskan, pihaknya melakukan aksi jalan kaki ini untuk bertemu Presiden Jokowi supaya turun tangan menyelesaikan konflik agraria yang merugikan rakyat kecil.
"Ini yang kemudian aksi jalan kaki dari Medan kami lakukan, intinya adalah untuk mencari keadilan untuk keberlangsungan hidup anak cucu," jelas Aris.
Seorang nenek usia 63 tahun, Sura Boru Sembiring, ikut dalam aksi jalan kaki petani dari Medan menuju Istana Negara di Jakarta, untuk menjumpai Presiden Joko Widodo, Kamis (25/6/2020).
Sura merupakan petani warga Dusun IV Namorumbe Julu, Kecamatan Kutalimbaru yang rumahnya ikut dirubuhkan di lahan tanah eks HGU PTPN II.
"Udah sudah beberapa kali dikompasi ladang kami, dikeluarkan dari rumah, terus dirobohkannya rumah kami di pinggir Sungai Rambe Sei Mencirim," tuturnya saat diwawancarai Tribun.
Ia menyebutkan bahwa dirinya nekat ikut pergi ke Jakarta karena tidak punya tempat tinggal lagi.
Sejak rumahnya dirubuhkan, Nenek Sura hingga kini hidup menumpang di kediaman adiknya.
"Karena sudah beberapa kali disiksa pemerintah kayak gini, berulang kali. Enggak tahan lagi aku makanya nekat pergi, ya ditahankan lah biar sampai ke Presiden. Sekarang saya numpang tinggal di rumah adik saya," ungkap Sura sambil mengunyah demban (daun sirih).
Sura berharap Presiden Jokowi bisa membantu dirinya mendapatkan lagi lahan pertaniannya untuk bisa bercocok tanam dan menyambung hidup.
"Semoga Bapak Jokowi memberikan lahan untuk kami nanam tanaman supaya bisa kami makan," cetusnya.
Ia menyebutkan rumahnya dirobohkan oleh aparat tentara dan polisi.
"Yang sekarang ini yang gusur dari Brimob, Polda dan ada preman katanya disuruh orang PTPN II. Saya sudah 8 tahun tinggal di sana," pungkas Sura.




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel