Gubernur Sumut Imbau Masyarakat Tak Konsumsi Tuak, Penjual Tuak di Balige Bilang Seperti Ini


 

RUU Larangan Minuman Beralkohol kembali masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 di DPR RI.

Terkait RUU ini, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengaku mendukung RUU tersebut ditetapkan menjadi Undang-undang.

Mantan Paskostrad itu menilai bahwa segala bentuk jenis minuman beralkohol bisa menimbulkan dampak negatif bagi setiap orang yang mengkonsumsinya.

Edy juga menyinggung soal tuak, minuman khas Batak Toba. Berkaitan dengan keberadaan minuman tuak, Edy mengimbau masyarakat tidak lagi mengkonsumsinya.

Terkait hal ini, seorang pemilik pohon aren sekaligus penjual tuak di Balige, Tiurlan Napitupulu mengatakan, sejatinya tuak itu adalah minuman khas Batak Toba, bukan untuk memabukkan.

"Terus terang tidak setuju karena tuak sudah menjadi budaya Batak Toba dan itu ciri khas minuman orang Batak di Toba. Tuak itu bukan untuk menimbulkan mabuk," ujar Tiurlan Napitupulu di kedai tuak nya di Desa Silalahi Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba pada Rabu (25/11/2020).

Dikatakannya, tuak merupakan obat bagi para petani yang telah seharian bekerja di ladang maupun sawah.

"Bahkan tuak digunakan sebagai obat melepaskan seluruh sakit badan setelah seharian bekerja di ladang. Tuak juga sebagai penghantar tidur setelah capek dari ladang atau sawah," sambungnya.

Saat dihubungkan antara tuak dengan mabuknya seseorang, ia menuturkan bahwa tindakan mabuk itu merupakan keputusan masing-masing orang.

Dengan demikian, ia secara tegas menolak harapan Gubsu Edy agar tuak dijadikan gula merah guna peningkatan ekonomi pemilik pohon aren.

"Itu tergantung orangnya. Saya pribadi tidak setuju," ungkapnya.

Tiurlan juga mengaku khawatir sebagai penjual manakala tuak dilarang dikonsumsi oleh masyarakat.

"Iya, kan banyak orang di Kabupaten Toba ini yang menjual tuak. Sama seperti saya yang mata pencahariannya dari tuak. Pasti berpengaruh terhadap ekonomi," sambungnya.

Dari sisi budaya, ia mengungkapkan bahwa kata "tuak" sering digunakan dalam perumpamaan orang Batak Toba.

"Kan dalam umpama dan umpasa juga sering itu disebutkan. Itu artinya, tuak ini bukan lagi hanya di zaman saat ini. Ini sudah tradisional Batak Toba. Mabuk itu urusan masing-masing orangnya. Bukan tuanya yang salah, tapi orangnya yang minum berlebihan," pungkasnya.


Sumber: Tribun Medan


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel