Pendeta Benyamin Sitepu Paksa Pelajar SD Isap Kelaminnya, Sebut Alat Vital Permen
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Zufida Hanum membeberkan bagaimana kejinya Pendeta Benyamin Sitepu, saat mencabuli enam orang pelajar SD Galilea Hosana School.
Saat mencabuli para pelajar di bawah umur itu, Pendeta Benyamin Sitepu melancarkan sejumlah modus, agar korbannya tidak melawan dan melapor.
Menurut hakim, modus yang sering dipakai Pendeta Benyamin Sitepu adalah dengan berpura-pura mengajari siswi tari balet, mengobati sakit perut, hingga membujuk untuk pura-pura ngobrol.
Sebelum melancarkan aksi bejatnya itu, Pendeta Benyamin Sitepu yang lolos dari hukuman kebiri ini meminta korbannya untuk menurut.
Selanjutnya, Pendeta Benyamin Sitepu yang juga Kepala SD Galilea Hosana School menutup kedua mata korban sebelum dicabuli.
"Mata korban ditutup, kemudian badan korban diangkat, lalu tangan terdakwa menyentuh payudara, dan bibir korban dicium terdakwa," kata hakim Zufida Hanum, Rabu (29/12/2021).
Agar aksinya ini berjalan lancar tanpa diketahui siapapun, Pendeta Benyamin Sitepu mengancam para korban untuk tutup mulut.
"Terdakwa mengatakan jangan kasih tahu sama orangtua dan guru-guru. Terdakwa menyuruh korban mengisap kelamin terdakwa, dan mata korban ditutup, terdakwa berkata bahwa itu permen," kata hakim.
Menurut hakim, terdakwa pernah juga meraba-raba tubuh anak yang tengah sakit perut.
Terdakwa mengatakan kepada korban bahwa ia bisa mengobati sakit perut korban.
"Terdakwa berkata saya bisa menyembuhkan sakit perut, lantas terdakwa meraba korban. Namun korban takut melawan perbuatan kepala sekolah," kata hakim.
Meski dalam persidangan terungkap berbagai fakta dan keterangan dari keenam korbannya, Pendeta Benyamin Sitepu masih berusaha membantah.
"Korban mengalami trauma dan luka mendalam," tutur hakim.
Sayangnya, meski perbuatan Pendeta Benyamin Sitepu begitu bejat, hakim justru memberi diskon hukuman lima tahun penjara terhadap Benyamin Sitepu.
Pendeta Benyamin Sitepu cuma divonis 10 tahun penjara.
Karena hakim cuma memberi hukuman 10 tahun penjara, keluarga korban pun menangis di PN Medan.
Mereka tak terima dengan hasil putusan tersebut.
Sebab, apa yang dilakukan Benyamin Sitepu sudah merusak mental dan masa depan para korbannya.
"Ya Tuhan, anakku," kata keluarga korban menangis dan nyaris pingsan, Rabu (29/12/2021).
Menurut keluarga korban yang lain, mereka tak habis pikir kenapa hakim cuma menjatuhi Benyamin Sitepu hukuman 10 tahun penjara.
"Bayangkan kalau dia hanya dihukum 10 tahun, lalu dia bebas 10 tahun kemudian. Sedangkan anak di bawah umur yang dicabulinya masih berumur belasan tahun saat dia bebas," cetus keluarga korban.
Dalam sidang putusan ini, hakim ketua Zufida Hanum menyatakan terdakwa Benyamin Sitepu terbukti bersalah melakukan tindak pidana memaksa anak melakukan perbuatan cabul, sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang jo Pasal 65 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa Benyamin Sitepu dengan pidana penjara selama 10 juta, dan denda sebesar Rp 60 juta, subsidier 3 bulan kurungan," kata hakim.
Dalam amarnya, majelis hakim menyatakan adapun yang memberatkan perbuatan terdakwa sudah merusak masa depan anak-anak yang menjadi korban.
"Akibat perbuatan terdakwa, anak korban mengalami trauma mendalam, terdakwa merupakan seorang pendidik yang sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah," kata hakim ketua.
Sementara itu, kata hakim, adapun hal yang meringankan, terdakwa telah melakukan perdamaian dengan beberapa keluarga korban dan perdamaian tersebut diterima.
"Hal meringankan terdakwa telah melakukan perdamaian," kata Hakim.
Diketahui vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irma Hasibuan yang sebelumnya menuntut supaya Benyamin dihukum 15 tahun penjara, denda Rp 60 juta, subsidar 3 bulan kurungan.
Sementara itu, Penasehat Hukum korban, Ranto Sibarani mengatakan bahwa putusan tersebut jelas melukai keluarga para korban.
"Putusan ini bukan memberikan suka cita kepada kami, kami terluka. Inilah cerminan negara kita. Kemarin satu orang korban di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam itu divonis 8 tahun, korbannya satu dan tidak dibawa ke hotel. Ini korbannya 6 orang dan salah satu korban itu berulang kali dibawa ke hotel, tapi divonis 10 tahun," cetus Ranto
Ranto mengatakan hukuman terhadap predator anak tidak memberikan keadilan bagi para korban yang hingga saat ini masih mengalami trauma.
"Beginilah, predator seksual di negara kita mau 1 korban sama 10 orang korban sama saja hukumannya, tuntutannya juga sama. Ini yang harus kita koreksi, kami berharap Jaksa akan banding
Kami bersedih atas putusan ini, bagaimana anak-anak kita terancam oleh Predator seksual, apalagi ini di lembaga pendidikan," kata Ranto.
Dikatakan Ranto, sejumlah korban terdakwa hingga saat inj masih mengalami trauma jika mengingat kejadian yang menimpanya, apalagi katanya ada seorang korban yang berkali-kali dicabuli oleh onum pendeta tersebut.
"Apapun putusan terhadap pelaku cabul, tidak memberikan suka cita, tidak menghilangkan trauma pada anak-anak korban.
Bahkan sekarang anak yang menjadi korban kalau teringat Kejadian ini langsung menangis bersedih, apalagi orangtuanya, jadi kami harap Jaksa akan banding," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya bahwa Diketahui, Benyamin Sitepu ditangkap pada 11 Mei 2021 di depan sekolah.
Benyamin Sitepu diamankan berdasarkan laporan 6 siswi yang mengaku telah dicabuli.
Laporan itu disampaikan orangtua siswi lewat kuasa hukumnya. Aksi Benyamin dilakukan di sejumlah tempat termasuk sekolah tempat ia mengajar.
Benyamin melancarkan aksinya dengan bertanya tentang cita-cita korban yang masih dibawah umur dan modus mengajari balet dan lainnya hingga meraba-raba tubuh korban.
Selain itu terdakwa juga mencabuli korban diluar sekolah dan menyuruh korban untuk tidak menceritakan gal tersebut ke siapapun.
Sudah tayang di Tribun Medan