Ayah Yosua Merasa Kasihan dengan Bharada E yang Dituntut 12 Tahun Penjara, Hanya Bisa Berdoa

 



Ayah Yosua Hutabarat, Samuel Hutabarat merasa kasihan dengan Bharada E yang dituntut 12 tahun penjara. 

Ia merasa kurang adil, jika Bharada E sebagai Justice Collaborator dituntut lebih berat ketimbang terdakwa Putri Candrawathi. 

Namun, Samuel Hutabarat enggan berkata banyak terkait tuntutan tersebut. Kata Samuel Hutabarat saat ini status Bharada E tengah diajukan sebagai justice collaborator oleh LPSK.

Terkait hal tersebut, Samuel menyerahkan semua keputusan ke majelis hakim apakah Bharada E layak menjadi justice collaborator.

“Kita tahu justice collaborator ini keputusan di tim majelis hakim, jadi kita bersabar menunggu terkait keputusan tersebut,” jelasnya dikutip dari Facebook Tribun Jambi pada Rabu (18/1/2023).

Samuel Hutabarat pun hanya mengajak semua pihak berdoa agar semua berjalan baik.

Samuel Hutabarat berdoa agar majelis hakim bisa memutuskan yang terbaik dan seadil-adilnya untuk semua pihak terutama keluarga korban.

Diketahui sebelumya, Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).

Jaksa menilai Bharada E terbukti turut serta mengakibatkan tewasnya Brigadir J bersama terdakwa lainnya.

LPSK Keberatan JPU Tuntut Bharada E 12 Tahun

Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara. Ia dituntut lebih berat ketimbang Putri Candrawathi. 

Tuntutan 12 tahun penjara ini tentu membuat publik kaget. Pasalnya, Bharada E merupakan Justice Collaborator yang membantu aparat hukum membongkar skenario palsu Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan Yosua Hutabarat. 

Protes datang dari berabagai pihak. Bahkan, keluarga Yosua Hutabarat turut kaget JPU menjatuhkan tuntutan 12 tahun penjara ke Bharada E. 

Sementara, Putri Candrawathi dijatuhkan tuntutan 8 tahun penjara. 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang mengesahkan Bharada E sebagai Justice Collaborator turt menyesalkan hal ini. 

LPSK mengatakan tuntutan 12 tahun penjara yang dijatuhkan JPU kepada Bharada E tidak adil. 

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, tuntutan yang dijatuhkan jaksa terbilang besar mengingat status Bharada E yang merupakan justice collaborator (JC) atau saksi pelaku dalam perkara ini.

"Karena harapan kami Richard sudah kita tetapkan (rekomendasikan) sebagai JC dan dia sudah menunjukkan komitmennya dan konsistensinya mengungkap kejahatan ini secara terang-benderang," kata Susi saat ditemui awak media usai persidangan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).

Padahal dalam UU LPSK tertuang adanya tuntutan hukum kepada terdakwa yang direkomendasikan sebagai JC dalam setiap perkara.

Adapun tuntutannya itu kata Susi, yakni pidana paling ringan dibanding terdakwa lain dari pasal yang didakwakan atau bahkan pidana percobaan.

"Harapan-harapan kami keringanan penjatuhan hukuman seperti dalam UU perlindungan saksi korban pasal 10A ada penjelasannya terkait pidana bersyarat, kemudian pidana percobaan dan pidana paling ringan dari para terdakwa," kata Susi.

Oleh karenanya, Susi menilai tuntutan yang dijatuhkan jaksa dalam perkara ini kepada Bharada E tidak menghargai rekomendasi dari LPSK.

"Kami sangat menyesalkan ini memang kemudian rekomendasi LPSK berkaitan dengan status Richard Eliezer sebagai JC sekaligus penghargaannya untuk keringanan penjatuhan hukuman tidak diperhatikan," tukas Susi.

Dituntut 12 Tahun Bui

Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana kepada terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Dalam sidang tuntutan yang dibacakan pada Rabu (18/1/2023), Richard Eliezer alias Bharada E dijatuhi tuntutan pidana 12 tahun penjara.

"Mohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Jaksa menyatakan, perbuatan terdakwa Bharada E terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan terhadap seseorang secara bersama-sama sebagaimana yang didakwakan.

Dalam tuntutannya jaksa menyatakan, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

"Menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP," kata jaksa.

Sebelumnya, terdakwa Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR dan Kuat Ma'ruf telah dijatuhkan tuntutan terlebih dahulu.

Dalam tuntutan jaksa yang dibacakan Senin (16/1/2023), kedua terdakwa tersebut dijatuhi tuntutan 8 tahun penjara atas tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Tak hanya Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf, terdakwa Putri Candrawathi juga dijatuhi tuntutan yang sama yakni 8 tahun penjara.

Kendati untuk terdakwa Ferdy Sambo, jaksa menjatuhkan tuntutan pidana penjara seumur hidup dengan tidak ada hal pembenar dan pemaaf yang terdapat dalam diri Ferdy Sambo.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.



Sumber: Warta kota


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel