Tak Terima Sambo di Vonis Mati, Nikita Mirzani Kecam Keluarga Yosua:Berapa Orang Mau Kau Bikin Mati?


Nikita Mirzani menyindir hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati ke Ferdy Sambo. Nikita turut membela Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana Yosua Hutabarat.

Anehnya, Nikita Mirzani juga mengecam keluarga Yosua Hutabarat.  

Lewat live instagram, Nikita Mirzani tak terima dengan vonis berat yang diterima Ferdy Sambo.

Nikita Mirzani menyebut tindakan hakim memvonis mati bak tak benar lantaran nyawa seseorang hidup mati hanya tuhan bisa mencabutnya.

"Sampaikan hakim yang terhormat sidang kasus Sambo, kasih tau dia (Hakim-red) hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa manusia paham,okeh hanya Tuhan," teriak Nikita Mirzani di live tersebut melansir dari akun gosip @Maklamis, Kamis (16/2/2023).

Tak hanya itu, Nikita Mirzani dalam siaran langsung itu secara terang-terangan berharap Ferdy Sambo mengajukan banding ke pengadilan.

Selain menanggapi vonis mati Ferdy Sambo Nikita Mirzani juga memberikan pesan untuk orang tua Brigadir J serta Bharada Richard Eliezer.

Nikita Mirzani berpesan kepada orang tua Brigadir J untuk mengikhlaskan semua yang telah terjadi.

Hal tersebut harus dilakukan oleh orang tua Brigadir J demi sang anak yang sudah tenang di surga.

Gue berpesan untuk kedua orang tua Brigadir J untuk mengikhlaskan, jangan taro dendam dalam hatimu, ikhlaskan saja udah," Ucap Nikita Mirzani.

"Mau berapapun yang diketuk sama Hakim terima saja udah, tidak mungkin mereka di dalam penjara tidak meratapi apa yang sudah dilakukan," lanjutnya.

"Jangan juga karena anaknya ditembak mati, berarti orang ini harus mati juga. Berapa orang yang mau kau bikin mati? Berapa orang," katanya.

Nikita Mirzani menyindir hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati ke Ferdy Sambo
Nikita Mirzani menyindir hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati ke Ferdy Sambo

Selain berpesan kepada orang tua Brigadir J, Nikita Mirzani juga menyoroti hukuman yang diterima oleh Bharada Richard Eliezer.

Menurut Nikita Mirzani, seorang Richard Eliezer sudah dicap sebagai pembunuh sehingga tidak pantas lagi berada di institusi Polri.

"Divonis 1 tahun 6 bulan, mohon-mohon masuk lagi polisi, jangan dikasih pak Sigit kalau pak Sigit masih menjabat," ketusnya.

"Karena dia capnya sudah pembunuh, mau dia disuruh kek di apain kek nggak ada, bunuh ya tetep bunuh," lanjut Nikita.

Alasan Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Menurut Wahyu, Ferdy Sambo disebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perencanaan pembunuhan yang membuat Brigadir J dinyatakan tewas.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar Hakim Ketua PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Karena itu, Hakim Wahyu pun menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo berupa pidana hukuman mati," jelasnya.

Tak hanya itu, Wahyu menyatakan Ferdy Sambo dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Dalam kasus ini, Sambo terbukti melanggar pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Lalu, Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus otak dari rencana pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Ma'ruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan.

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel