Viral Unggahan Poster Monas Tenggelam di Media Sosial, Apa Artinya?
Sebuah unggahan menampilkan poster Monumen Nasional (Monas) yang tenggelam menjadi ramai diperbincangkan di media sosial pada Jumat (3/7/2020). Adapun pihak pengunggah yakni akun Twitter bernama Niel, @morninglatte_. "Kalau masih buang sampah sembarangan," tulis Niel dalam twitnya.
Dalam poster tersebut, suasana yang tergambar gelap dan suram. Poster yang memvisualisasikan Monas tenggelam ini telah disukai sebanyak lebih dari 50.200 kali oleh pengguna Twitter lainnya. Tak lama setelah itu, Niel pun kembali mengunggah poster Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang tenggelam pada Sabtu (4/7/2020). "Kalo lebih mentingin pariwisata daripada lingkungannya," tulis Niel dalam twitnya.
Respons terhadap unggahan kedua ini pun cukup tinggi dengan lebih dari 10.000 re-twit dan lebih dari 41.400 kali akun menyukai poster GWK tenggelam. Selain itu, pada dua poster tersebut tertulis angka 2102 dan nama wilayah di mana terdapatnya Monas dan GWK.
Lantas, apa makna poster monas dan GWK tenggelam? Pengunggah sekaligus designer poster, Otniel Yurotama Levy Hutabarat mengungkapkan, caption yang ada pada twitnya merupakan gambaran dari permasalahan tiap kota atas ketidaksadaran manusia. "Sebenarnya caption-nya cuman gambaran dari problem utama kotanya masing-masing. Contohnya, Jakarta, dengan problem sampah berserakan, dan Bali dengan kondisi lingkungan yang terusik karena pariwisata," ujar Niel saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/7/2020). Menurutnya, permasalahan tersebut secara universal memang dkarenakan global warming atau pemanasan global atas ketidaksadaran manusianya sendiri.
Ilustrasi permafrost di benua Arktik. Permafrost adalah lapisan tanah beku yang kian terancam mencair akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Kali ini, ancaman lebih serius terjadi akibat tumpahan minyak atau bahan bakar diesel.(WIKIMEDIA COMMONS/Brocken Inaglory)
Ia juga membeberkan bahwa dirinya telah membuat poster Tugu Kujang di Bogor yang juga tenggelam, sama seperti dua bangunan ikonik sebelumnya. Terkait ilustrasi di Kota Jakarta, Bali, dan Bogor, Niel menjelaskan, tiga kota tersebut tidak hanya disorot dari segi permasalahan terhadap lingkungan, namun juga menjadi kota yang berpengaruh bagi dirinya. "Pada dasarnya enggak ada tujuan yang filsuf tentang kenapa sih saya pilih tiga kota tersebut, tapi memang saya dari Jakarta, sekarang sudah lima tahun di Bogor, dan saya memang sudah lama punya rencana buat menetap di Bali, makanya saya pilih kota-kota tersebut," ujar freelance di bidang graphic designer, sekaligus pemilik Digital Studio Visualmovement.id ini.
Arti angka 2102 Tidak hanya gambar bangunan yang tenggelam saja yang menjadi daya tarik dari karyanya, melainkan angka 2102 yang ada pada bagian bawah poster. Niel mengatakan, ada maksud tersendiri bagi angka 2102 yang dibubuhkannya pada poster. "Tujuan dan maksud saya pilih empat angka itu memang menuju ke tahun. Pada masanya, banyak orang merasa takut dan bertanya-tanya tentang kerusakan Bumi di tahun 2012, pada saat itu booming banget dan bikin orang merasa ketakutan (karena diimplementasikan sebagai tahun akhir zaman)," katanya lagi.
Kendati demikian, Niel terbentuk ide untuk menukar angka tersebut yang awalnya 2012 menjadi 2102. "Saya sengaja juga membuat visualnya terasa gelap dan menakutkan untuk memberikan efek yang sama seperti tahun 2012," kata dia. Niel mengimbau masyarakat untuk sadar bahwa bisa jadi pada 2102 perubahan iklim dan lingkungan bumi bisa rusak jika kita tidak menjaga kestabilan lingkungan. Terkait posternya yang menjadi viral di media sosial, Niel berharap pesannya untuk menyadarkan manusia tersampaikan, terutama pemerintah. Ia juga tidak menyangka jika poster hasil kreasinya akan mendapatkan respons sampai puluhan ribu kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Tanggapan LIPI
Lihat Foto Terumbu karang di Great Barrier Reef yang memutih seiring naiknya suhu laut akibat pemanasan global dan perubahan iklim.(Shutterstock) Di sisi lain, peneliti Limnologi Bogor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hendro Wibowo mengungkapkan, ada kemungkinan Indonesia akan mengalami hal tersebut. Sebab, kondisi yang terjadi pada poster tersebut dapat terjadi dengan tiga pemicu yakni menurunnya kapasitas sungai, kenaikan permukaan laut, dan perubahan lahan hulu. "Saya mencoba memahami pemikiran pengunggahnya sebagai sebuah peringatan kepada kita semua bahwa membuang sampah sembarangan menjadi salah satu sebab terjadinya banjir karena tertutupnya saluran drainase dan menurunnya kapasitas sungai," ujar Hendro saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
Menurutnya, untuk proyeksi tahun 2100-an ini sudah banyak diungkapkan bahwa kota-kota pantai sesuai kondisi regional masing-masing akan tenggelam karena adanya kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global serta penurunan muka tanah karena eksploitas air tanah dan beban bangunan akibat pembangunan yang tidak terkendali. Di sisi lain perubahan lahan di hulu juga menyebabkan berkurangnya daerah resapan, sehingga menambah akumulasi aliran permukaan di kota-kota pantai tersebut. "Tiga pemicu tadi secara ekstrim dapat digambarkan dalam poster tersebut. Apakah benar seperti itu? Proses tersebut sudah mulai terjadi di beberapa kota pantai," kata dia. "Hanya saja untuk memperkirakan waktu dan besarannya tentu harus terus dilakukan penajaman akurasi model-model perubahan iklim, model proyeksi kenaikan permukaan air laut, model prediksi perubahan penggunaan lahan didukung oleh data-data monitoring untuk validasinya," lanjut dia.
sumber : kompas.com
Dalam poster tersebut, suasana yang tergambar gelap dan suram. Poster yang memvisualisasikan Monas tenggelam ini telah disukai sebanyak lebih dari 50.200 kali oleh pengguna Twitter lainnya. Tak lama setelah itu, Niel pun kembali mengunggah poster Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang tenggelam pada Sabtu (4/7/2020). "Kalo lebih mentingin pariwisata daripada lingkungannya," tulis Niel dalam twitnya.
Respons terhadap unggahan kedua ini pun cukup tinggi dengan lebih dari 10.000 re-twit dan lebih dari 41.400 kali akun menyukai poster GWK tenggelam. Selain itu, pada dua poster tersebut tertulis angka 2102 dan nama wilayah di mana terdapatnya Monas dan GWK.
Lantas, apa makna poster monas dan GWK tenggelam? Pengunggah sekaligus designer poster, Otniel Yurotama Levy Hutabarat mengungkapkan, caption yang ada pada twitnya merupakan gambaran dari permasalahan tiap kota atas ketidaksadaran manusia. "Sebenarnya caption-nya cuman gambaran dari problem utama kotanya masing-masing. Contohnya, Jakarta, dengan problem sampah berserakan, dan Bali dengan kondisi lingkungan yang terusik karena pariwisata," ujar Niel saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/7/2020). Menurutnya, permasalahan tersebut secara universal memang dkarenakan global warming atau pemanasan global atas ketidaksadaran manusianya sendiri.
Ilustrasi permafrost di benua Arktik. Permafrost adalah lapisan tanah beku yang kian terancam mencair akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Kali ini, ancaman lebih serius terjadi akibat tumpahan minyak atau bahan bakar diesel.(WIKIMEDIA COMMONS/Brocken Inaglory)
Ia juga membeberkan bahwa dirinya telah membuat poster Tugu Kujang di Bogor yang juga tenggelam, sama seperti dua bangunan ikonik sebelumnya. Terkait ilustrasi di Kota Jakarta, Bali, dan Bogor, Niel menjelaskan, tiga kota tersebut tidak hanya disorot dari segi permasalahan terhadap lingkungan, namun juga menjadi kota yang berpengaruh bagi dirinya. "Pada dasarnya enggak ada tujuan yang filsuf tentang kenapa sih saya pilih tiga kota tersebut, tapi memang saya dari Jakarta, sekarang sudah lima tahun di Bogor, dan saya memang sudah lama punya rencana buat menetap di Bali, makanya saya pilih kota-kota tersebut," ujar freelance di bidang graphic designer, sekaligus pemilik Digital Studio Visualmovement.id ini.
Arti angka 2102 Tidak hanya gambar bangunan yang tenggelam saja yang menjadi daya tarik dari karyanya, melainkan angka 2102 yang ada pada bagian bawah poster. Niel mengatakan, ada maksud tersendiri bagi angka 2102 yang dibubuhkannya pada poster. "Tujuan dan maksud saya pilih empat angka itu memang menuju ke tahun. Pada masanya, banyak orang merasa takut dan bertanya-tanya tentang kerusakan Bumi di tahun 2012, pada saat itu booming banget dan bikin orang merasa ketakutan (karena diimplementasikan sebagai tahun akhir zaman)," katanya lagi.
Kendati demikian, Niel terbentuk ide untuk menukar angka tersebut yang awalnya 2012 menjadi 2102. "Saya sengaja juga membuat visualnya terasa gelap dan menakutkan untuk memberikan efek yang sama seperti tahun 2012," kata dia. Niel mengimbau masyarakat untuk sadar bahwa bisa jadi pada 2102 perubahan iklim dan lingkungan bumi bisa rusak jika kita tidak menjaga kestabilan lingkungan. Terkait posternya yang menjadi viral di media sosial, Niel berharap pesannya untuk menyadarkan manusia tersampaikan, terutama pemerintah. Ia juga tidak menyangka jika poster hasil kreasinya akan mendapatkan respons sampai puluhan ribu kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Tanggapan LIPI
Lihat Foto Terumbu karang di Great Barrier Reef yang memutih seiring naiknya suhu laut akibat pemanasan global dan perubahan iklim.(Shutterstock) Di sisi lain, peneliti Limnologi Bogor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hendro Wibowo mengungkapkan, ada kemungkinan Indonesia akan mengalami hal tersebut. Sebab, kondisi yang terjadi pada poster tersebut dapat terjadi dengan tiga pemicu yakni menurunnya kapasitas sungai, kenaikan permukaan laut, dan perubahan lahan hulu. "Saya mencoba memahami pemikiran pengunggahnya sebagai sebuah peringatan kepada kita semua bahwa membuang sampah sembarangan menjadi salah satu sebab terjadinya banjir karena tertutupnya saluran drainase dan menurunnya kapasitas sungai," ujar Hendro saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
Menurutnya, untuk proyeksi tahun 2100-an ini sudah banyak diungkapkan bahwa kota-kota pantai sesuai kondisi regional masing-masing akan tenggelam karena adanya kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global serta penurunan muka tanah karena eksploitas air tanah dan beban bangunan akibat pembangunan yang tidak terkendali. Di sisi lain perubahan lahan di hulu juga menyebabkan berkurangnya daerah resapan, sehingga menambah akumulasi aliran permukaan di kota-kota pantai tersebut. "Tiga pemicu tadi secara ekstrim dapat digambarkan dalam poster tersebut. Apakah benar seperti itu? Proses tersebut sudah mulai terjadi di beberapa kota pantai," kata dia. "Hanya saja untuk memperkirakan waktu dan besarannya tentu harus terus dilakukan penajaman akurasi model-model perubahan iklim, model proyeksi kenaikan permukaan air laut, model prediksi perubahan penggunaan lahan didukung oleh data-data monitoring untuk validasinya," lanjut dia.
sumber : kompas.com